Talkshow “Membangun Keluarga Qur’ani di Bulan Ramadhan”

By On Wednesday, June 17 th, 2015 · no Comments · In ,

Bersama : Ustadz Agus Sujatmiko dan Bunda Ika Abriastuti beserta kedua anak kembar mereka yang Hafidz Al Qur’an 30 Juz (M. Ismail dan M. Ishaq)
| Ahad, 14 Juni 2015 | 08.00 -10.00 WIB | Aula Utama Masjid UI Depok |

  1. Q : Seperti apa sebenarnya keluarga Qur’ani itu?
    Bagaimana kita bisa membentuk keluarga Qur’ani dari rumah kita?
    Ustadz Agus : Keluarga Qur’ani adalah sebuah keluarga yg dekat dengan Al Qur’an, bersahabat dengan Al Qur’an, senantiasa berinteraksi dengan Al Qur’an. Dulu para sahabat ketika mendapat ayat demi ayat dari Rasulullah, mereka langsung membaca berulang-ulang sampai hafal, dan setelah hafal , mereka mencoba memahami, mempraktekkan, mengamalkan, dan setelah itu mengajarkannya.
  2. Q : Apa saja tips, kunci pondasi utama untuk membangun keluarga Qur’ani?
    Bunda Ika : Sebagai seorang istri ataupun ibu kita wajib melakukan Qiyamul Lail, sebagai “charger ruhiyah” kita. Hal ini yg pertama harus kita lakukan sehingga menjadi rutinitas. Sebelum berinteraksi dengan manusia, kita berinteraksi terlebih dahulu dengan Allah swt. Karena ini akan berpengaruh dengan kestabilan emosi kita. Orang yg terbiasa Qiyamul Lail akan lebih mudah untuk mengontrol emosinya. Misalnya, ketika seorang ibu masak kemudian dikomplain sama anaknya, dia tidak akan terburu marah, karena dia sadar inilah manusia, yang tidak sempurna, akan saja ada kesalahan yg dilakukan. Kepada Allah swt terlebih dahulu kita bangun hubungan yg baik, sehingga nantinya kita siap berinteraksi kepada sesama manusia.
    Yg kedua selalu berusaha untuk senantiasa dekat dengan Al Qur’an, selain tilawah, kita juga baca terjemahannya, agar kita tidak sekedar hafal namun juga tahu akan maknanya. Setiap masalah yg hadir jawabannya ada di dalam Al Qur’an. Jadi ketika kita selalu membaca, insyaAllah kita akan selalu dekat dengan Allah, dan Allah selalu menjawab setiap permasalahan yg kita hadapi.
    Setelah Qiyamul Lail, biasakanlah untuk menyentuh Al Qur’an dan membacanya , sehingga ketika anak-anak bangun yg dia dengar pertama kali adalah lantunan ayat suci Al Qur’an.
  3. Q : Sejak kapan menghafal Al Qur’an? Apa yg pertama dipikirkan saat pertama menghafal?
    Ismail : Saya suka dengan Al Qur’an ketika masih kecil, karena di keluarga selalu dibiasakan setiap ba’da shubuh untuk membaca Al Qur’an bersama Abi, Umi, dan Kakak-Kakak. Karena kami (Ishak & Ismail) belum bisa membaca Al Qur’an, maka kita hanya mendengarkan mereka membaca Al Qur’an. Waktu masih TK, kami mendengar potongan ayat di Q. S Al Baqarah : “… Wa ismaila wa ishaqa…”, kami merasa terpanggil, kami mendengar nama kami disebut-sebut oleh Umi. Dari mulai situlah kami mulai mencintai Al Qur’an, dan ketika kakak membaca Al Qur’an, kami selalu mendengarkannya.
  4. Q : Metode apa yg ustadz gunakan untuk mendidik Al Qur’an kepada anak-anak selain yg nomer 6,7 (Ishaq & Ismail). Sejak kapan membiasakan diri untuk selalu berinteraksi dengan Al Qur’an?
    Ustadz Agus : Waktu kami menikah, kami mempunyai komitmen, bahwa pernikahan kami berlandaskan nilai-nilai keislaman dan perjuangan. Dan kami menentukan satu tujuan yaitu untuk membangun keluarga dakwah. Karena seperti yg kita tahu bahwa keluarga dakwah adalah keluarga yg punya urusan untuk umat, kami berupaya untuk menghidupkan Al Qur’an semampu yg kami bisa di dalam keluarga kami. Karena anak-anak itu sudah Allah berikan potensi yg sangat besar, Ibarat sebuah komputer yg masih kosong, kalau tidak diberikan/diisi dengan yg baik, maka outputnya juga tidak akan baik. Hal terbaik apa yg harus kami berikan kepada mereka? Maka kami memutuskan utk membangun keluarga yg cinta Al Qur’an. Membiasakan membaca Al Qur’an setiap hari, menjadi perhatian tersendiri. Apalagi ketika kita membaca ayat-ayat yg terkait dengan nama-nama mereka. Jangan mencontohkan kepada anak-anak kita kepada sesuatu yg negatif. Misalkan memutarkan yg negatif, karena akan sangat cepat terekam oleh mereka.
  5. Q : Ketika proses menghafal, apakah pernah ada perasaan bosan? Bagaimana cara menghilangkan rasa malas, rasa bosan tersebut?
    Ishaq : Waktu menghafal masih kecil, kami pernah merasa malas menghafal dan bosan. Kita mencari cara bagaimana mengatasi rasa malas tersebut. Dulu kami termasuk santri yg kecil, masih kelas 3 SD, sedangkan yg lain kelas 5. Ketika di pesantren ada keunikan, disana kami saling berkompetisi. Jika kita malas, kita selalu diingatkan dengan saingan kompetisi yg sudah hafal banyak, sehingga motivasi kita tumbuh kembali utk menghafal. Lingkungan yg ada interaksi dengan Al Qur’an perlu diciptakan. Karena ketika kita tidak mampu menyemangati diri sendiri, akan selalu ada orang lain yg akan menyemangati kita.
  6. Q : Sebelum masuk pesantren sudah diajarkan Al Qur’an. Kalau sedang malas, kiat-kiat apa yg dilakukan bunda?
    Bunda Ika : Allah swt itu mempunyai keluarga di dunia, siapaka dia?
    Orang yg sering berinteraksi dengan Al Qur’an, maka akan menjadi keluarga Allah swt. Orang tua yg sukses adalah yg bisa membuat anaknya masuk surga. Ahlul Qur’an, Ahlul jannah adalah satu paket. Dari kecil saya sudah memberi label yg bagus untuk anak-anak. Saya selalu mengajak mereka untuk membantu saya menjadi umi yg sukses, “Ayo nak bantu umi untuk menjadi umi yg sukses.”
    Ketika amal baik kita lebih berat dari amal buruk maka kita akan masuk surga, dan sebaliknya ketika amal buruk kita yg lebih berat, maka kita akan masuk neraka. Lalu bagaimana ketika amal baik dan amal buruk kita seimbang? Akankah kita masuk surga? Atau justru sebaliknya kita masuk neraka?
    “Syafaat”, ya kita butuh syafaat dari Rasulullah. Dan salah satu syafaat yg bisa kita peroleh di hari akhir nanti adalah dari Al Qur’an dengan syarat kita pun akrab dengannya. Di hari akhir nanti, Al Qur’an akan menjadi pengacara yg hebat, Al Qur’an akan membela pembacanya.
  7. Q : Apa program spesial yg biasa ustadz adakan di bulan ramadhan?
    Ustadz Agus : Ramadhan itu adalah istimewa, bulan ramadhan adalah syahrul Qur’an. Sikap kita sebagai seorang muslim harus memiliki Skala prioritas terhadap Al Qur’an Ketika kita bersikap istimewa terhadap bulan ramadhan, maka bulan itu juga akan bersikap istimewa dengan kita. Yg mengesankan, kami mengunjungi palestina, yaitu di jalur Gaza, pada tahun 2012. Kami (saya, bunda ika, dan 3 anak kami) ,3 santri, dan satu guru kami melakukan study banding, di jalur gaza. Kita ingin melihat secara langsung bagaimana setiap bulan Ramadhan mereka bisa mencetak 10000 penghafal Al Qur’an.
    Orang bisu, tuli pun bisa menghafal Al Qur’an. Bagaimana caranya? Mereka menghafal dengan cara menulis.
    “Bulan Ramadhan itu sangat istimewa. Ketika kita memuliakan ramadhan, Allah akan memberikan keberkahan2 di dalamnya.”
  8. Q : Selama ini dalam membersamai anak, apa kesulitan terbesar? Misalnya anak yg ingin main, batas waktu?
    Bunda Ika : Saya membuat aturan terhadap waktu. Kuncinya membuat kesepakatan, misalnya ketika nonton televisi hanya 1 jam . Kemudian komitmen dengan kesepakatan tersebut. Keunikan di keluarga kami, saat 10 hari terakhir saya menyediakan makanan yg enak adalah saat sahur, untuk memudahkan mereka ketika bangun sahur. Dalam 10 malam terakhir itu Allah memberikan satu malam. Ketika kita sedang membaca Al Qur’an maka kita akan mendapat pahala senilai dengan 1000 bulan. Dan kalau kita sedang berdoa, itulah yg akan merubah takdir kita, karena disaat itu malaikat jibril dan malaikat-malaikat yg lain sedang turun ke bumi untuk menyaksikan hamba-hamba Allah yg sedang beramal shalih.

[Question~Answer]

  1. Q : Bagaimana utk menyiasati hal-hal yg merusak hafalan seperti televisi, gadget dan hal lainnya yg bisa mengganggu?
    A : Kita tidak bisa melepaskan diri dari faktor tersebut, itu adalah bagian dari tantangan. Prinsip dasarnya, mari menjadikan tantangan sebagai peluang. Dalam menghafal 1 hal yg mendasar yg bisa menghancurkan/merusak hafalan adalah kemaksiatan. Maka jauhilah segala kemaksiatan. Alat-alat yg sebagai sahabat yg sekiranya bisa melalaikan dari Al Qur’an kita tinggalkan perlahan-lahan. Kita harus pandai-pandai menyiasatinya.
    “Letakkan dunia di dalam tanganmu, bukan didalam hatimu.”
    Televisi, dengan tidak memiliki televisi bukanlah solusi. Anak tetap harus dikenalkan teknologi, namun kita buat rambu-rambunya. Kita tumbuhkan kesadaran. Kalau kita pandai menyiasati, insyaAllah teknologi tersebut akan memberi manfaat. Untuk menjaga hafalan, maka lagu-lagu harus dikurangi.
  2. Q : Mengapa fenomena yg ada, banyak yg menghafal Al Qur’an, namun belum mengaplikasikan sesuai dengan semestinya?
    A : Menghafal bukanlah segala-galanya, namun bagaimana anak-anak bisa mengamalkan apa yg dihafalkan.
    Hafal bukanlah akhir dari sebuah interaksi dengan Al Qur’an, justru merupakan awal. Untuk itu, waktu yg paling tepat menjadikan seorang anak menjadi penghafal Al Quran adalah ketika anak masih anak-anak. Anak usia 5 tahun, membaca Al Qur’an dan hafal juz 30, sehingga masa SD bisa hafal 30 juz. .
    Sekarang ada metode, anak bisa hafal 30 juz. Syaratnya balita sudah hafal juz 30. Sekarang ada TAUD (Tahfidz Anak Usia Dini) bukan paud lagi. Kelas 1 SD bisa hafal 30 juz. Memberikan pendidikan kepada anak tidak bisa dengan paksaan, tapi dengan kesadaran.
    Menghafal Al Qur’an itu harus bisa ditanamkan ketika balita. Ketika baligh, kita mulai menanamkan nilai keislaman yg terkandung didalamnya, kita naikkan tingkatannya, dari yg sudah tahsin, menghafal, kemudian kita ajak untuk memahami, kemudian mengamalkan yg selanjutnya bisa mengajarkan dengan bimbingan guru. Sepintar apapun seseorang ketika tidak punya guru, maka tidak akan punya keteladanan. Dan Pengalaman yg ada pada seorang anak biarkan ada didalam bawah sadarnya.
    Kalau mengajari/mendidik anak itu yg ikhlas. Doa orang tua itu sangat mustajab, maka doakan dengan doa-doa terbaik kepada anak-anak kita. Kondisi badan yg akan tidur adalah kondisi dimana gelombang otak sangat siap menerima apapun utk dihafal.
  3. Q : Bagaimana kita mendidik seorang anak yg bisu, yg orang tuanya berharap dia menjadi penghafal Quran?
    A : Yakin kepada Allah, bahwa Allah akan selalu menolong dan memberikan yg terbaik bagi hambanya. Surga itu dari banyak pintu, tapi kita harus berusaha, bahwa kita bisa menjadi hafidz Qur’an. Azzam, doa, upaya l, kita lakukan terus menerus. Pahala Allah swt itu berbanding lurus, dengan tingkat kepayahan yg kita alami . Jadikanlah anak ibu sebagai tiket menuju surga, dan jangan lupa kita senantiasa mensyukuri atas apa yg sudah Allah berikan. “Positif thinking”, karena hanya yg positif yg akan menarik yg positif juga.
  4. Q : Kalau melihat kondisi saat ini tidak seperti dulu. Bagaimana cara menjaga anak-anak yg diluar rumah?
    A : Memperkenalkan islam, mulai umur 4 tahun. Ketika berumur 7 tahun harus lebih intens, hak kita sebagai orang tua memukul anak ketika dia tidak sholat pada umur 10 tahun. Pembiasaannya harus dari kecil. Karena kalau sudah baligh, mereka sudah terkondisikan oleh lingkungan. Kebiasaan-kebiasaan yg baik pasti akan memberikan efek jika dilakukan terus menerus.
  5. Q : Apa saran utk yg akan mempunyai anak atau yg akan menikah, sehingga nantinya bisa menciptakan generasi yg baik ?
    A : Hak pertama seorang anak itu adalah dengan mencarikan ibu yg shalihah/ibu yg baik.
    Idealny seorang laki – laki yg shalih, ketika dia mencari seorang istri, istri yg shalihah. Apa yg dirasakan, apa yg dimakan, pada seorang ibu hamil, akan sangat berpengaruh kepada anak yg dikandungnya. Ibu dan ayah punya saham dalam pembentukan karakter seorang anak. Jadi ketika kita menemukan anak kita melakukan kesalahan, jangan langsung menyalahkan, namun kita sebagai orang tua harus introspeksi diri, barangkali sebab anak melakukan kesalahan itu karena kita sebagai orang tua tidak memberikan pendidikan yg baik. Pada dasarnya semua anak istimewa. Sebagai orang tua tidak cukup hanya menasehati, namun kita juga harus mendoakannya, meminta kepada Allah yg terbaik.

Point yg perlu kita tanamkan kepada anak-anak, kita harus mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak kita sejak dalam kandungan. “Letakkan Al Qur’an di dadamu, maka akan kau genggam dunia ditanganmu.” Tanamkan Al Qur’an itu sejak kecil dengan menghafal, ketika balita sudah bisa membaca, hafal juz 30. Saat SD menghafal 30 juz, dan setelah itu fokus menanamkan nilai2 keislaman dengan cara mencarikan guru yang bisa membimbing. karena belajar memerlukan guru sebagai tauladan. Seorang anak akan terdidik menjadi anak yg sholih asal ada kemauan.”

Wallahu A’lam Bish shawab

About Masjid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

We usually reply with 24 hours except for weekends. All emails are kept confidential and we do not span in any ways.

Thank you for contacting us :)

Enter a Name

Enter a valid Email

Message cannot be empty

X