Shalat Malam dalam Bulan Ramadhan (2)

By On Thursday, April 15 th, 2021 · no Comments · In , , ,

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Dalam uraian di atas, disebutkan oleh Sayyidah Aisyah r.a., bahwa Rasulullah s.a.w. melaksanakan shalat malam termasuk di dalamn¬ya shalat Tarawih dengan sebelas rakaat, delapan rakaat Tarawih atau Tahajjud dan tiga rakaat Witir. Riwayat Aisyah r.a. yang kedua menyebutkan bahwa Nabi melaksanakan shalat malam tiga belas rakaat, delapan rakaat Tahajjud atau Tarawih dan lima rakaat rakaat Witir.

Dari kedua riwayat tersebut dapat diambil suatu pemahaman, bahwa jumlah rakaat shalat malam atau shalat Tarawih tidak harus sebelas rakaat, bisa juga lebih misalnya tiga belas rakaat, seperti disebutkan dalam riwayat Aisyah r.a. yang kedua. Dengan demi¬kian yang dimaksud dari riwayat Aisyah r.a. yang menyebutkan bahwa Nabi s.a.w. tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas rakaat, baik dalam bulan Ramadhan atau bulan-bulan lain, tidak berarti tidak boleh lebih dari sebelas rakaat.

Apabila dikompromikan dengan riwayat-riwayat lain seperti riwayat Ibn Umar r.a, yang menyebutkan bahwa shalat malam itu dua rakaat dua rakaat tanpa menyebutkan jumlahnya, hanya kalau khawatir masuk waktu Shubuh segera melaksanakan Witir satu rakaat, menunjukkan bahwa jumlah rakaat shalat Tarawih atau shalat malam tidak harus sebelas rakaat, tetapi boleh lebih dari jumlah tersebut. Apalagi bila dipadukan dengan kenyataan yang dilakukan para sahabat Nabi dan para Tabi’in, mereka mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat, tiga Witir dan ada pula yang mengerjakan sampai 36 rakaat dan 40 rakaat.

Berkata Yazid bin Ruman: “Di zaman Umar bin Khatthab, orang-orang melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan (shalat Tarawih) dengan dua puluh tiga rakaat”. (HR. Muslim). Ibnu Abbas melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan Witir, dengan tidak berjamaah. (HR. Baihaqy). Berkata Atha’: “Aku jumpai mereka (para sahabat) mengerjakan shalat pada (malam-malam) Ramadhan dua puluh rakaat dan tiga Witir”. (HR. Muhammad bin Nashir). Berkata Dawud bin Qais: “Aku jumpai orang-orang di zaman Abas bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz (di Madinah), mereka shalat tiga puluh enam rakaat dan mereka bershalat Witir tiga rakaat”. (HR. Muhammad bin Nashir). Imam Malik menjelaskan: “Perkara shalat (Tarawih) di antara kami (di Madinah) dengan tiga puluh sembilan rakaat, dan di Makkah dua puluh tiga rakaat tidak ada suatu kesulitanpun (tidak ada masalah) dalam hal itu”. Al-Tirmidzi menjelaskan: “Sebanyak-banyak (rakaat) yang diriwayat¬kan, bahwa Imam Malik shalat empat puluh satu rakaat dengan witir”. (Bidayatul Mujtahid, Ibn Rusyd, hal. 152)

Pada masa Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib r.a, shalat Tarawih dikerjakan sebanyak dua puluh rakaat dan tiga shalat Witir. Para ulama jumhur (mayoritas) juga mene¬tapkan jumlah shalat Tarawih seperti itu, demikian juga al-Tsauri, Ibn al-Mubarak dan al-Syafii. Imam Malik menetapkan bilangan shalat Tarawih sebanyak tiga puluh enam rakaat dan tiga shalat Witir. Ibnu Hibban menjelaskan, bahwa shalat Tarawih pada mulanya adalah sebelas rakaat. Para ulama Salaf mengerjakan shalat itu dengan memanjangkan bacaan, kemudian dirasakan berat, lalu mereka meringankan bacaannya dan menambah rakaat menjadi dua puluh rakaat, tidak termasuk Witir. Ada lagi yang lebih meringankan bacaannya sedang rakaatnya ditetapkan menjadi tiga puluh enam rakaat, selain Witir”. (Hasby As-Shiddiqy, Pedoman Shalat, hal. 536-537).

Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Malik dari Abdurrahman bin Abd al-Qari:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هذه.
“Abdurrahman bin Abd al-Qari menceritakan padaku, “Aku keluar bersama Umar pada suatu malam di bulan Ramadhan. Di masjid beliau menjumpai banyak orang dalam beberapa kelompok. Ada yang sedang melaksanakan shalat sendir¬ian, ada yang diikuti beberapa orang. Melihat hal itu Umar berkata: “Aku berfikir lebih baik kita mengumpulkan mereka dengan satu orang imam. Setelah itu beliau memerintah¬kan Ubay bin Ka’ab r.a. supaya menjadi imam bagi mereka. Pada malam berikutnya aku keluar bersama Umar lagi dan ia melihat orang-orang melaksanakan shalat dengan cara berjamaah dengan imam Ubay bin Ka’ab r.a. (memperhatikan kegiatan shalat itu), Umar berkata: “Inilah sebaik-baik bid’ah”. (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 1817 dan Malik: 231).

Memperhatikan uraian di atas menurut hemat penulis, shalat Tarawih bisa dilakukan dengan jumlah rakaat sebagai berikut: (1) Sebelas rakaat, delapan rakaat Tarawih dan tiga rakaat Witir, atau sepuluh rakaat Tarawih dan satu rakaat Witir. (2) Dua puluh rakaat dengan tiga rakaat Witir. (3) Tiga puluh enam rakaat Tarawih dan tiga rakaat Witir. Dari ketiga jumlah di atas, kita boleh memilih salah satun¬ya sesuai dengan kondisi dan kemampuan kita masing-masing, tanpa memaksakan diri atau memberatkan.

Shalat Witir
Shalat Witir adalah shalat yang dikerjakan secara ganjil sebagai penutup shalat malam, dikerjakan menurut kemampuan masing-masing, boleh dengan satu rakaat, tiga rakaat dan seterusnya sampai sebelas rakaat. Bila tidak memberatkan, shalat Witir disunnahkan untuk dikerjakan setiap malam. Abu Ayyub al-Anshari r.a. menjelaskan:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Witir itu adalah hak bagi setiap muslim, siapa yang lebih suka Witir lima rakaat, maka kerjakanlah, siapa yang lebih suka Witir tiga rakaat, maka kerjakanlah, dan siapa yang lebih suka Witir satu rakaat, maka kerjakanlah”. (Hadis Shahih, riwayat Abu Dawud: 1212 dan al-Nasa’i: 1693).

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ
Dari Aisyah r.a. menjelaskan: “Nabi s.a.w. shalat sebelas rakaat di antara shalat Isya sampai terbit fajar. Beliau salam setiap dua rakaat dan mengerjakan shalat Witir dengan satu rakaat”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1216)

Meskipun shalat Witir disebut sebagai penutup shalat malam, namun demikian tidak berarti harus selalu dikerjakan pada akhir malam, bisa juga dikerjakan pada awal malam atau pertengahan malam. Dalam hadis yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah r.a. menyebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. mengerjakan shalat Witir pada setiap malam, pernah ber-Witir pada permulaannya, pertengahannya ataupun penghabisan-nya.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَوْسَطِهِ وَآخِرِهِ فَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحَرِ.
Dari Aisyah r.a. menerangkan: “Dari setiap malam, Nabi s.a.w. pernah mengerjakan shalat Witir pada permulaan malam, pertengahannya dan akhirannya, dan berakhir pada waktu Shubuh”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 941 dan Muslim: 1230)

Bagi siapa yang khawatir tidak bangun di akhir malam, sebaiknya melakukan shalat Witir sebelum tidur. Bagi mereka yang yakin bisa bangun di akhir malam untuk mengerjakan tahajjud, maka mengakhirkan shalat Witir sebagai penutup shalat malam, cara inilah yang paling afdhal.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَل
Dari Jabir r.a. menuturkan, “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barang siapa yang merasa tidak akan sanggup bangun pada akhir malam, hendaklah ia menyegerakan shalat Witir pada permulaan malam, siapa yang merasa sanggup bangun pada akhir malam, berWitirlah pada akhir malam, karena shalat pada akhir malam itu dihadiri (para malaikat), dan itulah yang paling utama”. (Hadis Shahih, Riwayat Muslim: 1255, al-Tirmidzi: 418, Ibn Majah: 1177 dan Ahmad: 13691).

Dr. KH. Zakky Mubarak, MA

About Masjid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

We usually reply with 24 hours except for weekends. All emails are kept confidential and we do not span in any ways.

Thank you for contacting us :)

Enter a Name

Enter a valid Email

Message cannot be empty

X